penulis Al-Ustadzah Ummu ‘Abdirrahman Bintu ‘Imran
Sakinah Permata Hati 02 - Maret - 2007 23:19:24
Kelahiran anak laki2 hingga kini dianggap sebagai pelanggeng garis keturunan keluarga. tdk sedikit pula yg menjadikan penanda kehormatan. Sebalik berbagai belitan kesedihan dan rasa malu menghantui pasangan yg ‘hanya’ dikaruniai anak perempuan. Padahal dlm Islam jika anak-anak perempuan itu dimuliakan yg terurai dlm sikap kasih sayang memberikan pendidikan dan pengajaran agama yg baik janji surga telah menantikannya.
Perasaan kecil hati kadang menyelimuti pasangan yg belum juga dikaruniai anak laki-laki. Bahkan tdk sedikit orang tua yg lbh mendambakan bayi yg hendak lahir ini laki2 dibanding keinginan utk mendapatkan anak perempuan. Demikianlah keadaan mayoritas manusia sebagaimana dikatakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dlm hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha:
مَنِ ابْتُلِيَ مِنَ الْبَنَاتِ بِشَيْءٍ، فَأَحْسَنَ إِلَيْهِنَّ، كُنَّ لَهُ سِتْرًا مِنَ النَّارِ
“Barangsiapa yg diberi cobaan dgn anak perempuan kemudian ia berbuat baik pada mereka mk mereka akan menjadi penghalang bagi dari api neraka.”
Al-Imam An-Nawawi menjelaskan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut sebagai ibtila’ krn biasa orang tdk menyukai keberadaan anak perempuan.
Bahkan dulu pada masa jahiliyah orang bisa merasa sangat terhina dgn lahir anak perempuan. Sehingga tergambarkan dlm firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَإِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُمْ بِاْلأُنْثَى ظَلَّ وَجْهُهُ مُسْوَدًّا وَهُوَ كَظِيْمٌ. يَتَوَارَى مِنَ الْقَوْمِ مِنْ سُوْءِ مَا بُشِّرَ بِهِ أَيُمْسِكُهُ عَلَى هُوْنٍ أَمْ يَدُسُّهُ فِي التُّرَابِ أَلاَ سَاءَ مَا يَحْكُمُوْنَ
“Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar gembira dgn kelahiran anak perempuan merah padamlah wajah dan dia sangat marah. Dia menyembunyikan diri dari orang banyak krn buruk berita yg disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memelihara anak itu dgn menanggung kehinaan ataukah akan menguburkan hidup-hidup di dlm tanah? Ketahuilah betapa buruk apa yg mereka tetapkan itu.”
Sementara di dlm Kitab-Nya yg mulia Allah Subhanahu wa Ta’ala mengancam perbuatan mengubur anak-anak perempuan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَإِذَا الْمَوْءُوْدَةُ سُئِلَتْ. بِأَيِّ ذَنْبٍ قُتِلَتْ
“Dan ketika anak perempuan yg dikubur hidup-hidup dita atas dosa apakah dia dibunuh.”
Al-Mau`udah adl anak perempuan yg dikubur hidup-hidup oleh orang2 jahiliyah krn kebencian terhadap anak perempuan. Pada hari kiamat dia akan dita atas dosa apa dia dibunuh utk mengancam orang yg membunuhnya. Apabila orang yg dizalimi dita mk bagaimana kira persangkaan orang yg berbuat zalim ?
Demikianlah Islam memuliakan anak perempuan. Selain dlm Al Qur’an dlm Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam didapati pula larangan yg jelas dari mengubur anak perempuan. Hadits ini disampaikan oleh Al-Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ اللهَ حَرَّمَ عَلَيْكُمْ عُقُوْقَ اْلأُمَّهَاتِ، وَمَنْعًا وَهَاتِ، وَوَأْدَ الْبَنَاتِ، وَكَرِهَ لَكُمْ قِيْلَ وَقَالَ، وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ، وَإِضَاعَةَ الْمَالِ
“Sesungguh Allah mengharamkan atas kalian durhaka pada ibu menolak utk memberikan hak orang lain dan menuntut apa yg bukan hak serta mengubur anak perempuan hidup-hidup. Dan Allah membenci bagi kalian banyak menukilkan perkataan banyak berta dan menyia-nyiakan harta.”
Wa`dul banat adl menguburkan anak perempuan hidup-hidup sehingga mereka mati di dlm tanah. Ini merupakan dosa besar yg membinasakan pelaku krn merupakan pembunuhan tanpa hak dan mengandung pemutusan hubungan kekerabatan.
Di sisi lain dlm agama yg mulia ini ada anjuran agar orang tua yg dikaruniai anak perempuan memuliakan anaknya. Allah Subhanahu wa Ta’ala yg menganugerahkan anak perempuan telah menjanjikan surga bagi hamba-Nya yg berbuat kebaikan kepada anak perempuannya.
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah mengatakan:
جَاءَتْنِي مِسْكِيْنَةٌ تَحْمِلُ ابْنَتَيْنِ لَهَا فَأَطْعَمْتُهَا ثَلاَثَ تَمَرَاتٍ فَأَعْطَتْ كُلَّ وَاحِدَةٍ مِنْهُمَا تَمْرَةً وَرَفَعَتْ إِلَى فِيْهَا تَمْرَةً لِتَأْكُلَهَا فَاسْتَطْعَمَتْهَا ابْنَتَاهَا، فَشَقَّتِ التَّمْرَةَ الَّتِي كَانَتْ تُرِيْدُ أَنْ تَأْكُلَهَا بَيْنَهُمَا، فَأَعْجَبَنِي شَأْنُهَا فَذَكَرْتُ الَّذِي صَنَعَتْ لِرَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: إِنَّ اللهَ قَدْ أَوْجَبَ لَهَا بِهَا الْجَنَّةَ وَأَعْتَقَهَا بِهَا مِنَ النَّارِ
Seorang wanita miskin datang kepadaku membawa dua anak perempuan mk aku memberi tiga butir kurma. Kemudian dia memberi tiap anak masing-masing sebuah kurma dan satu buah lagi diangkat ke mulut utk dimakan. Namun kedua anak itu meminta kurma tersebut mk si ibu pun membagi dua kurma yg semula hendak dimakan utk kedua anaknya. Hal itu sangat menakjubkanku sehingga aku ceritakan apa yg diperbuat wanita itu kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau berkata: “Sesungguh Allah telah menetapkan bagi surga dan membebaskan dari neraka.”
Dalam riwayat dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menyebutkan kedekatan dgn orang tua yg memelihara anak-anak perempuan mereka dgn baik kelak pada hari kiamat:
مَنْ عَالَ جَارِيَتَيْنِ حَتَّى تَبْلُغَا جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَنَا وَهُوَ -وَضَمَّ أَصَابِعَهُ-
“Barangsiapa yg mencukupi kebutuhan dan mendidik dua anak perempuan hingga mereka dewasa mk dia akan datang pada hari kiamat nanti dlm keadaan aku dan dia ” dan beliau mengumpulkan jari jemarinya.
Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu menjelaskan hadits-hadits ini menunjukkan keutamaan seseorang yg berbuat baik kepada anak-anak perempuan memberikan nafkah dan bersabar terhadap mereka dan dlm segala urusannya.
Masih berkenaan dgn keutamaan membesarkan dan mendidik anak perempuan seorang shahabat ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ كَانَ لَهُ ثَلاَثُ بَنَاتٍ، فَصَبَرَ عَلَيْهِنَّ، وَأَطْعَمَهُنَّ، وَسَقَاهُنَّ، وَكَسَاهُنَّ مِنْ جِدَتِهِ، كُنَّ لَهُ حِجَابًا مِنَ النَّارِ يَوْمَ القِيَامَةِ
“Barangsiapa yg memiliki tiga orang anak perempuan lalu dia bersabar atas mereka memberi mereka makan minum dan pakaian dari harta mk mereka menjadi penghalang bagi dari api neraka kelak pada hari kiamat.”
Tidak hanya itu saja dlm berbagai riwayat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menggarisbawahi hal ini. Jabir bin Abdillah rahimahullahu mengatakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
مَنْ كَانَ لَهُ ثَلاَثَُ بَنَاتٍ، يُؤْوِيْهِنَّ، وَيَكْفِيْهِنَّ، وَيَرْحَمُهُنَّ، فَقَدْ وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةُ الْبَتَّةَ. فَقَالَ رَجُلٌ مِنْ بَعْضِ القَوْمِ: وَثِنْتَيْنِ، يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: وَثِنْتَيْنِ
“Barangsiapa yg memiliki tiga orang anak perempuan yg dia jaga dia cukupi dan dia beri mereka kasih sayang mk pasti bagi surga.” Seseorang pun berta “Dua juga wahai Rasulullah?” Beliau menjawab “Dan dua juga.”
Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma juga meriwayatkan dari beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
مَا مِنْ مُسْلِمٍ تُدْرِكُهُ ابْنَتَانِ، فَيُحْسِنُ صُحْبَتَهُمَّا، إِلاَّ أَدْخَلَتَاهُ الْجَنَّةَ
“Tidaklah seorang muslim yg memiliki dua anak perempuan yg telah dewasa lalu dia berbuat baik pada kedua kecuali mereka berdua akan memasukkan ke dlm surga.”
Agama yg sempurna ini juga memberikan gambaran tentang pengungkapan sikap kasih sayang orang tua kepada anak perempuannya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan contoh bagi umat beliau melalui pergaulan dgn putri beliau Fathimah radhiyallahu ‘anha . Tentang ini ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkisah:
مَا رَأَيْتُ أَحَدًا مِنَ النَّاسِ كَانَ أَشْبَهَ بِالنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَلاَمًا وَلاَ حَدِيْثًا وَلاَ جِلْسَةً مِنْ فَاطِمَةَ. قَالَتْ: وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا رَآهَا قَدْ أَقْبَلَتْ رَحَّبَ بِهَا، ثُمَّ قَامَ إِلَيْهَا فَقَبَّلَهَا، ثُمَّ أَخَذَ بِيَدِهَا حَتَّى يُجْلِسَهَا فِي مَكَانِهِ، وَكَانَ إِذَا أَتَاهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَحَّبَتْ بِهِ، ثُمَّ قَامَتْ إِلَيْهِ فَأَخَذَتْ بِيَدِهِ فَقَبَّلَتْهُ
“Aku tdk pernah melihat seseorang yg lbh mirip dgn Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dlm cara bicara maupun duduk daripada Fathimah.” ‘Aisyah berkata lagi “Biasa apabila Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat Fathimah datang beliau mengucapkan selamat datang pada lalu berdiri menyambut dan mencium kemudian beliau menggamit tangan hingga beliau dudukkan Fathimah di tempat duduk beliau. Begitu pula apabila Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang pada mk Fathimah mengucapkan selamat datang pada beliau kemudian berdiri menyambut menggandeng tangan lalu menciumnya.”
Demikian pula yg dilakukan oleh sahabat beliau yg terbaik Abu Bakr Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu . Diceritakan oleh Al-Bara` bin ‘Azib radhiyallahu ‘anhu:
دَخَلْتُ مَعَ أَبِي بَكْرٍ عَلَى أَهْلِهِ، فَإِذَا عَائِشَةُ ابْنَتُهُ مُضْطَجِعَةٌ قَدْ أَصَابَتْهَا حُمَّى، فَرَأَيْتُ أَبَا بَكْرٍ يُقَبِّلُ خَدَّهَا وَقَالَ: كَيْفَ أَنْتِ يَا بُنَيَّةُ؟
“Aku pernah masuk bersama Abu Bakr menemui keluarganya. Ternyata ‘Aisyah putri sedang terbaring sakit panas. Aku pun melihat Abu Bakr mencium pipi putri sambil berta ‘Bagaimana keadaanmu wahai putriku?”
Dalam hal pemberian Islam juga mengajarkan utk memberikan bagian yg sama antara anak laki2 dan perempuan. Hal ini berdasarkan hadits An-Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhu:
تَصَدَّقَ عَلَيَّ أَبِي بِبَعْضِ مَالِهِ. فَقَالَتْ أُمِّي عَمْرَةُ بِنْتُ رَوَاحَةَ: لاَ أَرْضَى حَتَّى تُشْهِدَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَانْطَلَقَ أَبِي إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِيُشْهِدَهُ عَلَى صَدَقَتِي. فَقَالَ لَهُ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَفَعَلْتَ هذَا بِوَلَدِكَ كُلِّهِمْ؟ قَالَ: لاَ. قَالَ: اتَّقُوا اللهَ وَاعْدِلُوا فِي أَوْلاَدِكُمْ. فَرَجَعَ أَبِي فَرَدَّ تِلْكَ الصَّدَقَةَ
“Ayahku pernah memberiku sebagian harta lalu ibuku ‘Amrah bintu Rawahah mengatakan pada “Aku tdk ridha hingga engkau minta persaksian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.” mk ayahku pun menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam utk meminta persaksian beliau. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berta pada “Apakah ini kau lakukan pada semua anakmu?” “Tidak” jawab ayahku. Beliau pun bersabda “Bertakwalah kepada Allah tentang urusan anak-anakmu.” Ayahku pun kembali dan mengambil kembali pemberian itu.”
Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu menjelaskan tentang hadits ini bahwa semesti orang tua menyamakan di antara anak-anak dlm hal pemberian. Dia berikan pada seorang anak sesuatu yg semisal dgn yg lain dan tdk melebihkan serta menyamakan pemberian antara anak laki2 dan perempuan.
Begitu pula dari sisi pendidikan orang tua harus memberikan pengajaran dan pengarahan kepada anak-anak termasuk anak perempuannya. Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ، كَمَثَلِ البَهِيْمَةِ تُنْتَجُ الْبَهِيْمَةَ، هَلْ تَرَى فِيْهَا جَدْعَاءَ؟
“Setiap anak dilahirkan di atas fitrah mk kedua orang tuanyalah yg menjadikan Yahudi Nasrani atau Majusi. Sebagaimana binatang ternak akan melahirkan binatang ternak yg sempurna. Apakah engkau lihat ada binatang yg lahir dlm keadaan telah terpotong telinganya?”
Seorang anak yg terlahir di atas fitrah ini siap menerima segala kebaikan dan keburukan. Sehingga dia membutuhkan pengajaran pendidikan adab serta pengarahan yg benar dan lurus di atas jalan Islam. mk hendak kita berhati-hati agar tdk melalaikan anak perempuan yg tdk berdaya ini hingga nanti dia hidup tdk ubah binatang ternak. Tidak mengerti urusan agama maupun dunianya. Sesungguh pada diri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ada teladan yg baik bagi kita.
Bahkan ketika anak perempuan ini telah dewasa orang tua selayak tetap memberikan pengarahan dan nasehat yg baik. Ini dapat kita lihat dari kehidupan seseorang yg terbaik setelah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam Abu Bakr Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu dlm peristiwa turun ayat tayammum. Diceritakan peristiwa ini oleh ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha:
خَرَجْنَا مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي بَعْضِ أَسْفَارِهِ حَتَّى إِذَا كُنَّا بِالْبَيْدَاءِ أَوْ بِذَاتِ الْجَيْشِ انْقَطَعَ عِقْدٌ لِي، فَأَقَامَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى التِّمَاسِهِ، وَأَقَامَ النَّاسُ مَعَهُ، وَلَيْسُوا عَلَى مَاءٍ. فَأَتَى النَّاسُ إِلَى أَبِي بَكْرٍ الصِّدِّيْقِ فَقَالُوا: أَلاَ تَرَى مَا صَنَعَتْ عَائِشَةُ؟ أَقَامَتْ بِرَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالنَّاسِ، وَلَيْسُوا عَلَى مَاءٍ وَلَيْسَ مَعَهُمْ مَاءٌ. فَجَاءَ أَبُو بَكْرٍ وَرَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاضِعٌ رَأْسَهُ عَلَى فَخِذِي قَدْ نَامَ. فَقَالَ: حَبَسْتِ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالنَّاسَ، وَلَيْسُوا عَلَى مَاءٍ وَلَيْسَ مَعَهُمْ مَاءٌ. فَقَالَتْ عَائِشَةُ: فَعَاتَبَنِي أَبُو بَكْرٍ وَقَالَ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ يَقُوْلَ، وَجَعَلَ يَطْعُنُنِي بِيَدِهِ فِي خَاصِرَتِي، فَلاَ يَمْنَعُنِي مِنَ التَّحَرُّكِ إِلاَّ مَكَانُ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى فَخِذِي. فَقَامَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِيْنَ أَصْبَحَ عَلََى غَيْرِ مَاءٍ، فَأَنْزَلَ اللهُ آيَةَ التَّيَمُّمِ، فَتَيَمَّمُوا. فَقَالَ أُسَيْدُ بْنُ الْحُضَيْرِ: مَا هِيَ بِأَوَّلِ بَرَكَتِكُمْ يَا آلَ أَبِي بَكْرٍ. قَالَتْ: فَبَعَثْنَا البَعِيْرَ الَّذِي كُنْتُ عَلَيْهِ، فَأَصَبْنَا العِقْدَ تَحْتَهُ
“Kami pernah keluar bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dlm salah satu safarnya. Ketika kami tiba di Al-Baida’ –atau di Dzatu Jaisy– tiba-tiba kalungku hilang. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun singgah di sana utk mencari dan orang2 pun turut singgah bersama beliau dlm keadaan tdk ada air di situ. Lalu orang2 menemui Abu Bakr sembari mengeluhkan “Tidakkah engkau lihat perbuatan ‘Aisyah? Dia membuat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan orang2 singgah di tempat yg tdk ada air sementara mereka pun tdk membawa air.” Abu Bakr segera mendatangi ‘Aisyah. Sementara itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang tidur sambil meletakkan kepala di pangkuanku. Abu Bakr berkata “Engkau telah membuat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan orang2 singgah di tempat yg tdk berair padahal mereka juga tdk membawa air!” Aisyah melanjutkan “Abu Bakr pun mencelaku dan mengatakan apa yg ia katakan dan dia pun menusuk pinggangku dgn tangannya. Tidak ada yg mencegahku utk bergerak krn rasa sakit kecuali krn Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang tidur di pangkuanku. Keesokan hari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bangun dlm keadaan tdk ada air. mk Allah turunkan ayat tayammum sehingga orang2 pun melakukan tayammum. Usaid ibnul Hudhair pun berkata “Ini bukanlah barakah pertama yg ada pada kalian wahai keluarga Abu Bakr.” ‘Aisyah berkata lagi “Kemudian kami hela unta yg kunaiki ternyata kami temukan kalung itu ada di bawahnya.”
Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu mengatakan bahwa di dlm hadits ini terkandung ta`dib seseorang terhadap anak baik dgn ucapan perbuatan pukulan dan sebagainya. Di dlm juga terkandung ta`dib terhadap anak perempuan walaupun dia telah dewasa bahkan telah menikah dan tdk lagi tinggal di rumahnya.
Inilah di antara pemuliaan Islam terhadap keberadaan anak perempuan. Tidak ada penyia-nyiaan tdk ada peremehan dan penghinaan. Bahkan diberi kecukupan dilimpahi kasih sayang diiringi pendidikan yg baik agar kelak memberikan manfaat bagi kedua orang tua di negeri yg kekal abadi.
Wallahu ta’ala a’lamu bish-shawab.
Sumber: www.asysyariah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar