penulis Al-Ustadzah Ummu Ishaq Zulfa Husein Al-Atsariyyah
Sakinah Mengayuh Biduk 11 - November - 2004 10:03:56
dlm Islam peran domestik kaum istri memiliki kedudukan yg sangat mulia. Namun musuh-musuh Islam terus berusaha meruntuhkan sendi dasar rumah tangga ini dgn menggalang berbagai opini menyesatkan. “Pemberdayaan perempuan” “kesetaraan gender” “kungkungan budaya patriarkhi” adl sebagian propaganda yg tiada henti dijejalkan di benak wanita-wanita Islam.
Islam oleh musuh-musuh dituding sebagai ajaran yg tdk sensitif gender. Posisi wanita dlm Islam menurut mereka selalu termarginalkan atau terpinggirkan dlm lingkungan yg didominasi dan dikuasai laki-laki.
Permasalahan yg sering ‘diserang’ kaum feminis dan aktivis perempuan anti Islam adl peran istri/ ibu dlm mengurusi tugas-tugas kerumahtanggaan. Oleh mereka peran ibu yg hanya mengurusi tugas-tugas domestik hanya akan menciptakan ketidakberdayaan sekaligus ketergantungan istri terhadap suaminya.
Juga dikesankan bahwa wanita yg hanya tinggal di rumah adl pengangguran dan menyia-nyiakan setengah dari potensi masyarakat. Propaganda ini didukung oleh opini negatif yg berkembang di masyarakat di mana wanita selama ini tdk lbh dari sekedar “konco wingking” wanita tdk lepas dari “dapur kasur dan sumur” “masak macak manak“ dan sebagainya. Oleh krn itu agar wanita bisa “maju” para wanita harus direposisi dlm ruang publik yg seluas-luasnya.
Gerakan ini gencar dilancarkan musuh-musuh Islam krn mereka sangat paham bagaimana merusak Islam dgn menjadikan wanita muslimah sebagai sasaran bidik. Dengan semakin jauh kaum wanita dari rumah mereka berharap pintu-pintu kerusakan akan semakin terbuka lebar. Lebih jauh jika wanita telah rusak mk tatanan masyarakat Islam akan rusak pula.
Rumahmu Istanamu
Seorang wanita perlu mengetahui bahwa tempat asal berdiam adl dlm rumah dan rumah ini pula yg menjadi tempat bekerja. Dalil-dalil dari syariat yg mulia telah menetapkan dan mempersaksikan tentang hal ini di antaranya:
- Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman kepada Ummahatul Mukminin:
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ
“Dan tetaplah kalian tinggal di rumah-rumah kalian.”
Makna ayat ini kata Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullah adl perintah utk selalu menetap dlm rumah. Walaupun sasaran pembicaraan dlm ayat ini ditujukan kepada para istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam namun secara makna wanita selain mereka juga termasuk di dlm perintah ini.
- Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman:
لاَ تُخْرِجُوْهُنَّ مِنْ بُيُوْتِهِنَّ وَلاَ يَخْرُجْنَ
“Janganlah kalian mengeluarkan mereka dari rumah-rumah mereka dan janganlah mereka keluar.”
Walaupun ayat di atas berkenaan dgn wanita/ istri yg tengah menjalani masa ‘iddah namun kata ulama hukum tidaklah khusus bagi mereka namun juga berlaku bagi wanita yg lain.
- Pelajaran dari kisah antara Nabi Musa ‘alaihissalam dgn dua orang wanita di Madyan yg Allah kisahkan kepada kita dlm Tanzil-Nya:
وَلَمَّا وَرَدَ مَاءَ مَدْيَنَ وَجَدَ عَلَيْهِ أُمَّةً مِنَ النَّاسِ يَسْقُوْنَ وَوَجَدَ مِنْ دُوْنِهِمُ امْرَأتَيْنِ تَذُوْدَانِ قَالَ مَا خَطْبُكُمَا قَالَتَا لاَ نَسْقِيْ حَتَّى يُصْدِرَ الرِّعَاءُ وَأَبُوْنَا شَيْخٌ كَبِيْرٌ. فَسَقَى لَهُمَا ثُمَّ تَوَلَّى إِلَى الظِّلِّ فَقَالَ رَبِّ إِنِّي لِمَا أَنْزَلْتَ إِلَيَّ مِنْ خَيْرٍ فَقِيْرٌ. فَجَاءَتْهُ إِحْدَاهُمَا تَمْشِي عَلَى اسْتِحْيَاءٍ قَالَتْ إِنَّ أَبِيْ يَدْعُوْكَ لِيَجْزِيَكَ أَجْرَ مَا سَقَيْتَ لَنَا فَلَمَّا جَاءَهُ وَقَصَّ عَلَيْهِ الْقَصَصَ قَالَ لاَ تَخَفْ نَجَوْتَ مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِيْن. َقَالَتْ إِحْدَاهُمَا يَاأَبَتِ اسْتَأْجِرْهُ إِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ اْلأَمِيْنُ
“Tatkala Musa sampai di sumber air negeri Madyan di sana ia menjumpai sekumpulan orang yg sedang meminumkan ternak mereka dan ia menjumpai di belakang orang banyak itu dua orang wanita yg sedang menghambat ternaknya. Musa berkata: ‘Apa maksud kalian berbuat begini kenapa kalian tdk ikut meminumkan ternak kalian bersama mereka?’ Kedua wanita itu menjawab: ‘Kami tdk dapat meminumkan ternak kami sebelum penggembala-penggembala itu memulangkan ternak mereka sedangkan ayah kami1 telah berusia lanjut.’ mk Musa memberi minum ternak itu utk menolong kedua kemudian ia kembali ke tempat yg teduh lalu berdoa: ‘Ya Tuhanku sesungguh aku sangat memerlukan suatu kebaikan yg Engkau turunkan kepadaku.” Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu sembari berjalan dgn malu-malu ia berkata: ‘Ayahku memanggilmu utk membalas kebaikanmu memberi minum ternak kami.’ mk tatkala Musa mendatangi ayah ia menceritakan kisah dirinya. Syu’aib pun berkata: ‘Janganlah takut engkau telah selamat dari orang2 yg zalim itu .’ Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: ‘Wahai ayahku ambillah ia sebagai orang yg bekerja pada kita krn sesungguh orang yg paling baik yg engkau ambil utk bekerja pada kita adl orang yg kuat lagi dapat dipercaya’.”
Karena sifat wara dan takwa yg ada pada kedua kedua wanita ini enggan utk bercampur dgn para penggembala tersebut. Adapun kedua keluar rumah utk memberi minum ternak adl krn darurat di mana sang ayah telah berusia senja sehingga tdk mampu lagi mengurus ternak yg ada. Perjumpaan dgn Nabi Musa ‘alaihissalam membuahkan gagasan di benak salah seorang dari wanita tersebut bahwa telah tiba saat utk mengembalikan perkara pada tempat yg semesti ia pun berkata kepada sang ayah: “Wahai ayahku ambillah ia sebagai orang yg bekerja pada kita krn sesungguh orang yg paling baik yg engkau ambil utk bekerja pada kita adl orang yg kuat lagi dapat dipercaya.” Sang ayah pun menyambut usulan putri kemudian berkata kepada Nabi Musa:
قَالَ إِنِّي أُرِيدُ أَنْ أُنْكِحَكَ إِحْدَى ابْنَتَيَّ هَاتَيْنِ عَلَى أَنْ تَأْجُرَنِي ثَمَانِيَ حِجَجٍ فَإِنْ أَتْمَمْتَ عَشْرًا فَمِنْ عِنْدِكَ وَمَا أُرِيْدُ أَنْ أَشُقَّ عَلَيْكَ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّالِحِيْنَ
“Berkatalah sang ayah: ‘Sesungguh aku bermaksud menikahkan engkau dgn salah seorang dari kedua putriku ini atas dasar engkau bekerja denganku selama delapan tahun dan jika engkau cukupkan sepuluh tahun mk itu adl suatu kebaikan darimu aku tidaklah hendak memberatkanmu. Dan engkau Insya Allah akan mendapatiku termasuk orang2 yg baik’.” (Daurul Mar’ah hal. 1)
- Shalat di masjid sebagai satu amalan yg utama disyariatkan kepada kaum lelaki banyak pahala akan diraih terlebih bila shalat itu dilakukan di Masjid Nabawi. Namun ternyata bersamaan dgn itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan kaum wanita utk shalat di rumah mereka. Ketika istri Abu Humaid As-Sa’idi datang kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya menyatakan: “Wahai Rasulullah aku senang shalat berjamaah bersamamu.” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:
قَدْ عَلِمْتُ أَنَّكِ تُحِبِّيْنَ الصَّلاَةَ مَعِيْ وَصَلاَتُكِ فِيْ بَيْتِكِ خَيْرٌ لَكِ مِنْ صَلاَتِكِ فِيْ حُجْرَتِكِ وَصَلاَتُكِ فِي حُجْرَتِكِ خَيْرٌ مِنْ صَلاَتِكِ فِي دَارِكِ وَصَلاَتُكِ فِيْ دَارِكِ خَيْرٌ لَكِ مِنْ صَلاَتِكِ فِي مَسْجِدِ قَوْمِكِ وَصَلاَتُكِ فِي مَسْجِدِ قَوْمِكِ خَيْرٌ لَكِ مِن ْصَلاَتِكِ فِي مَسْجِدِيْ
“Sungguh aku tahu engkau senang shalat jamaah denganku namun shalatmu di ruang yg khusus yg ada di rumahmu lbh baik bagimu daripada shalatmu di kamarmu shalatmu di kamarmu lbh baik daripada shalatmu di rumahmu shalatmu di rumahmu lbh baik daripada shalatmu di masjid kaummu dan shalatmu di masjid kaummu lbh baik daripada shalatmu di masjidku.”
Bila seorang wanita tetap tinggal di rumah ia akan bisa menunaikan tugas-tugas dlm rumah memenuhi hak-hak suami mendidik anak-anak dan membekali diri dgn kebaikan. Sementara bila seorang wanita sering keluar rumah ia akan menyia-nyiakan sekian banyak kewajiban yg dibebankan kepadanya.
Keluar rumah saat ada hajat
Dari penjelasan di atas janganlah dipahami bahwa wanita dilarang secara mutlak utk keluar dari rumahnya. Bahkan terdapat keterangan dari syariat tentang kebolehan wanita keluar dari rumah saat ada kebutuhan dan krn darurat.
- ‘Aisyah radhiallahu ‘anha berkisah: “Suatu malam Saudah bintu Zam’ah radhiallahu ‘anha keluar dari rumah utk membuang hajat. Ketika itu ‘Umar ibnul Khaththab radhiallahu ‘anhu melihat dan mengenalinya. ‘Umar pun berkata: “Engkau Saudah demi Allah tdk tersembunyi bagi kami.” Saudah pun kembali menemui Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu ia ceritakan kejadian tersebut kepada beliau. Saat itu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang makan malam di rumahku. dlm keadaan tangan beliau sedang memegang tulang yg pada ada sisa daging turunlah wahyu beliau pun berkata:
قَدْ أَذِنَ اللهُ لَكُنَّ أَنْ تَخْرُجْنَ لِحَوَائِجِكُنَّ
“Allah telah mengizinkan kalian utk keluar rumah guna menunaikan hajat kalian.”
- Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi tuntunan kepada para suami utk tdk melarang istri mereka shalat di masjid bila si istri minta izin padanya:
إِذَا اسْتَأْذَنَتِ امْرَأَةُ أَحَدِكُمْ إِلَى الْمَسْجِدِ فَلاَ يَمْنَعْهَا
“Apabila istri salah seorang dari kalian minta izin ke masjid mk janganlah ia melarangnya.”
Dan beliau menyatakan:
لاَ تَمْنَعُوْا إِمَاءَََََََ اللهِ مَسَاجِدَ اللهِ
“Janganlah kalian mencegah hamba-hamba perempuan Allah dari masjid-masjid Allah.”
- Dari sejarah para shahabiyyah kita mengetahui ada di antara mereka yg keluar menyertai mahram mereka ke medan jihad utk memberi minum kepada mujahidin dan mengobati orang yg luka.
Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu berkata:
كَانَ رَسُوْلُ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّم يَغْزُوْ بِأُمِّ سُلَيْمٍ وَنِسْوَة مِنَ الأنْصَارِ مَعَهُ إِذَا غَزَا فَيَسْقِيْنَ الْمَاءَ وَيُدَاوِيْنَ الْجَرْحَى
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berperang bersama Ummu Sulaim dan beberapa wanita dari kalangan Anshar ikut bersama beliau ketika beliau berperang. Mereka memberi minum dan mengobati mujahidin yg terluka.”
Ummu ‘Athiyah radhiallahu ‘anhu bertutur: “Aku pernah berperang bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dlm tujuh kali peperangan aku menjaga dan mengurus tunggangan-tunggangan mereka membuatkan makanan utk mereka mengobati orang yg luka dan merawat orang sakit.”
- Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri bila hendak safar beliau mengundi di antara istri-istri utk menentukan siapa di antara mereka yg akan menyertai beliau dlm safarnya.
Keluar wanita dari rumah ini merupakan pengecualian dari hukum asal2 dan disebabkan kepentingan yg darurat dgn memperhatikan dan menjaga adab-adab ketika keluar rumah seperti berhijab dan sebagai dan juga tdk ada fitnah dan kerusakan yg akan timbul saat ia keluar rumah. Adapun bila wanita keluar rumah utk bekerja krn memperhatikan bualan orang2 yg mengikuti hawa nafsu syaithaniyyah bahwasa bila wanita tetap tinggal di rumah ia akan menjadi pengangguran mk hal ini tidaklah dibolehkan oleh syariat yg agung dan sempurna ini. Bila sampai wanita keluar dari rumah krn memenuhi ajakan manis nan berbisa dari pengikut hawa nafsu tersebut mk akan terjadilah kerusakan yg besar di tengah masyarakat dan sendi-sendi keluarga pun akan hancur.
Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullah berkata: “Islam menetapkan masing-masing dari suami istri memiliki kewajiban yg khusus agar kedua dapat menjalankan peran hingga sempurnalah bangunan masyarakat di dlm dan di luar rumah. Suami berkewajiban mencari nafkah dan penghasilan sedangkan istri berkewajiban mendidik anak-anak memberikan kasih sayang menyusui dan mengasuh mereka serta tugas-tugas lain yg sesuai bagi seperti mengajar anak-anak perempuan mengurusi sekolah mereka merawat dan mengobati mereka dan pekerjaan yg semisal yg khusus bagi wanita. Bila wanita sampai meninggalkan kewajiban dlm rumah berarti ia menyia-nyiakan rumah berikut penghuninya. Hal tersebut berdampak terpecah keluarga baik secara hakiki maupun maknawi.”
Arti wanita dlm keluarga
Keberadaan seorang wanita sebagai istri dan ibu dlm keluarga memiliki arti yg sangat penting bahkan bisa dikatakan dia merupakan satu tiang yg menegakkan kehidupan keluarga dan termasuk pemeran utama dlm mencetak “orang2 besar.” Sehingga tepat sekali bila dikatakan: “Di balik tiap orang besar ada seorang wanita yg mengasuh dan mendidiknya.”
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah menyatakan: “Perbaikan masyarakat dapat dilakukan dgn dua cara:
Pertama: Perbaikan secara dzahir yg dilakukan di pasar-pasar di masjid-masjid dan selain dari perkara-perkara yg dzahir. Ini didominasi oleh lelaki krn merekalah yg biasa tampil di depan umum.
Kedua: Perbaikan masyarakat yg dilakukan dari balik dinding/ tembok. Perbaikan seperti ini dilakukan di rumah-rumah dan secara umum hal ini diserahkan kepada kaum wanita. Karena wanita adl pengatur dlm rumah sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman yg ditujukan ketika itu kepada para istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
وَقَرْنَ فِي بُيُوْتِكُنَّ وَلاَ تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ اْلأُوْلَى وَأَقِمْنَ الصَّلاَةَ وَآتِيْنَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُوْلَهُ إِنَّمَا يُرِيْدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيْرًا
“Tetaplah kalian tinggal di rumah-rumah kalian dan jangan kalian bertabarruj sebagaimana tabarruj orang2 jahiliyyah yg pertama. Tegakkanlah shalat tunaikanlah zakat dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya. Allah hanyalah berkehendak utk menghilangkan dosa dari kalian wahai ahlul bait dan mensucikan kalian dgn sebersih-bersihnya.”
Kami yakin setelah ini bahwasa tdk salah bila kami katakan perbaikan setengah masyarakat itu atau bahkan mayoritas tergantung pada wanita dikarenakan dua sebab berikut ini:
Pertama: Kaum wanita itu jumlah sama dgn kaum lelaki bahkan lbh banyak yakni keturunan Adam mayoritas wanita sebagaimana hal ini ditunjukkan oleh As-Sunnah An-Nabawiyyah. Akan tetapi hal ini tentu berbeda antara satu negeri dgn negeri lain satu zaman dgn zaman lain. Terkadang di satu negeri jumlah wanita lbh banyak daripada jumlah laki2 dan terkadang di negeri lain justru sebaliknya. Sebagaimana di satu masa kaum wanita lbh banyak daripada laki2 namun di masa lain justru sebalik laki2 lbh dominan. Apapun keadaan wanita memiliki peran yg besar dlm memperbaiki masyarakat.
Kedua: Tumbuh dan berkembang satu generasi pada awal berada dlm asuhan wanita. Dengan ini jelaslah tentang kewajiban wanita dlm memperbaiki masyarakat.”
Bila demikian keadaan apakah bisa diterima ucapan yg mengatakan bahwa wanita yg bekerja dlm rumah berkhidmat pada keluarga adl pengangguran? Manakah yg hakekat lbh utama lbh berhasil dan lbh bahagia wanita yg tinggal di rumah menjaga diri dan kehormatan melayani suami hingga keluarga menjadi keluarga yg sakinah penuh cinta dan kasih sayang dan ia mengasuh anak-anak hingga tumbuh menjadi anak-anak yg berbakti dan berguna bagi masyarakat ataukah seorang wanita yg sibuk mengejar karier di kantor bersaing dgn para lelaki bercampur baur dgn mereka sementara suami dan anak-anak ia serahkan pengurusan kepada orang lain? Manakah yg lbh merasakan ketentraman dan ketenangan?
Hendaklah dipahami oleh para wanita bahwa pekerjaan berkhidmat pada keluarga merupakan satu ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Pekerjaan di dlm rumah bukanlah semata-mata gerak tubuh namun pekerjaan itu memiliki ruh yg bisa dirasakan oleh orang yg mengerti tujuan kehidupan dan rahasia terwujud insan.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا وَصَامَتْ شَهْرَهَا وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا وَأَطَاعَتْ بَعْلَهَا دَخَلَتْ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شَاءَتْ
“Apabila seorang wanita mengerjakan shalat lima waktu puasa di bulan Ramadhan ia menjaga kemaluan dan taat kepada suami mk ia akan masuk surga dari pintu surga mana saja ia inginkan”.
Surga sebagai tempat yg sarat dgn keni’matan yg kekal abadi dapat dimasuki seorang wanita yg menyibukkan diri dgn ibadah kepada Allah menjaga kehormatan diri dan taat kepada suami dan tentu semua ini dilakukan oleh seorang wanita di dlm rumahnya.
Pekerjaan wanita di dlm rumah
Beberapa pekerjaan yg bisa dilakukan wanita di dlm rumah seperti:
Pertama: ibadah kepada Allah.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلإِنْسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُوْنِ
“Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali utk beribadah kepada-Ku.”
Ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan Ummahatul Mukminin utk berdiam di rumah mereka Allah gandengkan perintah tersebut dgn perintah beribadah.
وَقَرْنَ فِي بُيُوْتِكُنَّ وَلاَ تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ اْلأُوْلَى وَأَقِمْنَ الصَّلاَةَ وَآتِيْنَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُوْلَهُ
“Dan tetaplah kalian di rumah-rumah kalian dan janganlah bertabarruj seperti tabarruj orang2 jahiliyyah yg terdahulu tegaklah shalat tunaikanlah zakat dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya.”
Dengan menegakkan ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala ini akan sangat membantu seorang wanita utk melaksanakan peran dlm rumah tangga. Dan dgn ia melaksanakan ibadah disertai kekhusyuan dan ketenangan yg sempurna akan memberi dampak positif kepada orang2 yg ada di dlm rumah baik itu anak-anak ataupun selain mereka.
Kedua: Wanita berperan memberikan sakan bagi suami dan juga bagi rumahnya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوْا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya Dia menciptakan utk kalian pasangan-pasangan dari diri-diri kalian agar kalian merasakan ketenangan pada dan Dia menjadikan di antara kalian mawaddah dan rahmah…”
Seorang wanita tdk bisa menjadi sakan bagi suami sampai dia memahami hak dan kedudukan suami kemudian ia melaksanakan hak-hak tersebut dlm rangka taat kepada Allah dgn penuh kesenangan dan keridhaan. Seorang wanita perlu mengetahui tentang besar hak suami terhadap sampai-sampai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Seandai aku boleh memerintahkan seseorang utk sujud kepada orang lain niscaya aku perintahkan seorang istri utk sujud kepada suami.”
Ketika suami telah meninggal pun ia diperintah utk menahan diri dari berhias selama 4 bulan 10 hari.
لاَ يَحِلُّ لامْرَأَةٍ تُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ أَنْ تُحِدَّ عَلَى الْمَيِّتِ فَوْقَ ثَلاثٍ إلا عَلَى زَوْجٍ فَإِنَّهَا تُحِدُّ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا
“Tidak halal bagi seorang wanita yg beriman kepada Allah dan hari akhir utk berihdad atas mayit lbh dari tiga hari kecuali bila yg meninggal itu adl suami mk ia berihdad selama 4 bulan 10 hari.”
Seorang wanita bisa menjadi sakan bagi rumah bila ia menegakkan beberapa hal berikut ini:
1. Taat secara sempurna kepada suami dlm perkara yg bukan maksiat kepada Allah
Taat ini merupakan asas ketenangan krn suami sebagai qawwam tdk akan bisa melaksanakan kepemimpinan tanpa ketaatan. Dan ketaatan kepada suami ini lbh didahulukan daripada melakukan ibadah-ibadah sunnah. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يِحِلُّ لِلْمَرْأَةِ أَْنْ تَصُوْمَ وَزَوْجُهَا شَاهِدٌ إِلاَّ بِإِذْنِهِ
“Tidak boleh seorang wanita puasa sementara suami ada di tempat kecuali setelah mendapatkan izin suaminya.”
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata: “Larangan ini menunjukkan keharaman demikian diterangkan dgn jelas oleh orang2 dlm madzhab kami.” . Hal ini merupakan pendapat jumhur ulama sebagaimana disebutkan dlm Fathul Bari .
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah juga memberikan alasan dlm hal ini: “Sebab adl suami memiliki hak utk istimta’ dgn si istri sepanjang hari hak dlm hal ini wajib utk segera ditunaikan sehingga jangan sampai hak ini luput ditunaikan krn si istri sedang melakukan ibadah sunnah ataupun ibadah yg wajib namun dapat ditunda.”
Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan: “Hadits ini menunjukkan bahwa lbh ditekankan kepada istri utk memenuhi hak suami daripada mengerjakan kebajikan yg hukum sunnah krn hak suami itu wajib sementara menunaikan kewajiban lbh didahulukan daripada menunaikan perkara yg sunnah.”
“Wajib bagi wanita/ istri utk taat kepada suami dlm perkara yg ia perintahkan dlm batasan kemampuan krn hal ini termasuk keutamaan yg Allah berikan kepada kaum lelaki di atas kaum wanita sebagaimana dlm ayat:
الرِّجَالُ قَوَّامُوْنَ عَلىَ النِّسَاءِ
“Kaum lelaki itu adl pemimpin bagi kaum wanita.”
dan ayat:
وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ
“Dan bagi kaum lelaki kedudukan satu derajat di atas kaum wanita.”
Hadits-hadits shahih yg ada memperkuat makna ini dan menjelaskan dgn terang apa yg akan diperoleh wanita dari kebaikan ataupun kejelekan bila ia mentaati suami atau mendurhakai demikian dikatakan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah dlm Adabuz Zifaf hal. 175-176.
2. Mengerjakan pekerjaan rumah yg dibutuhkan dlm kehidupan keluarga seperti memasak menjaga kebersihan mencuci dan semisalnya.
Seorang wanita semesti melakukan tugas-tugas di atas dgn penuh kerelaan dan kelapangan hati dan kesadaran bahwa hal itu merupakan ibadah kepada Allah. Telah lewat teladan dari para sahabat dlm masalah ini. Mungkin kita masih ingat bagaimana kisah Fathimah bintu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yg menggiling gandum sendiri utk membuat kue hingga membekaskan kapalan pada kedua tangannya. Ketika akhir ia meminta pembantu kepada ayah utk meringankan pekerjaan mk sang ayah yg mulia memberikan yg lbh baik bagi putri terkasih.
أَلاَ أَدُلُّكُمَا عَلَى خَيْرِ مِمَّا سَأَلْتُمَانِي؟ إِذَا أَخَذْتُمَا مَضَاجِعَكُمَا فَكَبِّرَا اللهَ أَرْبَعًا وَثَلاثِيْنَ وَاحْمَدَا ثَلاثًا وَثَلاثِيْنَ وَسَبِّحَا ثَلاثًا وَثلاثِيْنَ فَإِنَّ ذَلِكَ خَيْرٌ لَكُمَا مِمَّا سَأَلْتُمَاهُ
“Maukah aku tunjukkan yg lbh baik bagi kalian berdua daripada seorang pembantu? Bila kalian berdua hendak berbaring di tempat tidur kalian bertakbirlah 34 kali bertahmidlah 33 kali dan bertasbihlah 33 kali. mk yg demikian itu lbh baik bagi kalian daripada apa yg kalian minta.”
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sama sekali tdk mengingkari khidmat yg dilakukan putri dgn penuh kepayahan padahal putri adl wanita yg utama dan mulia. Bahkan beliau mengakui khidmat tersebut dan memberi hiburan kepada putri dgn perkara ibadah yg lbh baik daripada seorang pembantu.
3. Menjaga rahasia suami dan kehormatan sehingga menumbuhkan kepercayaan suami secara penuh terhadapnya.
4. Menjaga harta suami.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
خَيْرُ نِسَاءِ رَكِبْنَ اْلإِبِل صَالِحُ نِسَاءِ فُرَيْشٍ: أَحْنَاهُ عَلَى وَلَدٍ فِي صَغِيْرِهِ وَأَرْعَاهُ عَلَى زَوْجٍ فِي ذَاتِ يَدِهِ
“Sebaik-baik wanita penunggang unta wanita Quraisy yg baik adl yg sangat penyayang terhadap anak ketika kecil dan sangat menjaga suami dlm apa yg ada di tangannya.” .
Maksud sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam: adl wanita itu sangat menjaga dan memelihara harta suami dgn berbuat amanah dan tdk boros dlm membelanjakannya.
Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berkata: “Hadits ini menunjukkan keutamaan sifat kasih sayang tarbiyah yg baik mengurusi anak-anak menjaga harta suami mengurusi dan mengatur dgn cara yg baik.”
5. Bergaul dgn suami dgn cara yg baik.
Dengan memaafkan kesalahan suami bila ia bersalah membuat ridha ketika ia marah menunjukkan rasa cinta kepada dan penghargaan mengucapkan kata-kata yg baik dan wajah yg selalu penuh senyuman. Juga memperhatikan makanan minuman dan pakaian suami.
6. Mengatur waktu sehingga semua pekerjaan tertunaikan pada waktu menjaga kebersihan dan keteraturan rumah sehingga selalu tampak rapi hingga menyenangkan pandangan suami dan membuat anak-anak pun betah.
7. Jujur terhadap suami dlm segala sesuatu khusus ketika ada sesuatu yg terjadi sementara suami berada di luar rumah. Jauhi sifat dusta krn hal ini akan menghilangkan kepercayaan suami.
Ketiga: mendidik anak-anak
Tugas ini termasuk tugas terpenting seorang wanita di dlm rumah krn dgn memperhatikan pendidikan anak-anak berarti ia mempersiapkan sebuah generasi yg baik dan diridhai oleh Rabbul Alamin. Dan tanggung jawab ini ia tunaikan bersama-sama dgn suami krn tiap mereka adl mas’ul yg akan dita tentang tanggung jawabnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا قُوْا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيْكُمْ نَارًا
“Wahai orang2 yg beriman jagalah diri-diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka yg bahan bakar adhaah manusia dan batu.”
Keempat: mengerjakan pekerjaan lain di dlm rumah bila ada kelapangan waktu dan kesempatan seperti menjahit pakaian utk keluarga dan selainnya. Dengan cara ini ia bisa berhemat utk keluarga di samping membantu suami menambah penghasilan keluarga.
Apa yg disebutkan di atas dari tugas seorang wanita merupakan tugas yg berat namun akan bisa ditunaikan dgn baik oleh seorang wanita yg shalihah yg membekali diri dgn ilmu agama ditambah bekal pengetahuan yg diperlukan utk mendukung tugas di dlm rumah. Adapun bila wanita itu tdk shalihah jahil lagi bodoh mk di tangan akan tersia-siakan tugas yg mulia tersebut.
Wallahu ta’ala a’lam.
1 Adapun penyebutan bahwa nama ayah kedua wanita tersebut adl Nabi Syu’aib hal ini tdk tsabit . Hal ini diterangkan oleh Ibnu Katisr dlm Tafsir- menukil perkataan Ibnu Jarir: “Yang benar bahwa hal seperti ini tdk dapat diketahui kecuali dgn ada kabar/ atsar dan tdk ada atsar yg dapat menjadi pegangan dlm hal ini.”
2 Yaitu wanita harus tinggal dlm rumah dan melakukan pekerjaan di dlm rumah.
Sumber: www.asysyariah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar